Untukmu, Cinta Pertamaku (#30harimenulissuratcinta)
Halo selamat malam, cinta pertamaku.
Apa kabarnya kamu? Terakhir kali aku denger
kabarmu sih kamu habis putus dari pacarmu yang temen SMA-ku itu. Terus terakhir
kali aku ngecek IG-mu itu aku liat fotomu tinggal satu, foto kamu sama tim
MAPALA kampusmu. Kok dihapus semua sih fotonya, Ras? Tanda move on gitu ya dari
mantanmu?
Move on emang suatu perkara serius dalam hidup.
Itu juga yang terjadi sama aku, waktu aku mau move on dari semua cinta yang
nggak berhasil dalam hidupku, termasuk kamu.
Mungkin kamu pakainya IG ya, Ras, kalau aku
pakai diary. Dan kamu tahu nggak, waktu SMP aku punya diary tebeel banget,
diary yang aku pakai dari kelas 1 SMP sampai awal SMA dan itu mostly isinya
semua tentang kamu. Percaya nggak percaya, sampai detik aku nulis ini, diary
itu masih ada, dan sampai kapanpun nggak akan pernah aku buang, nggak akan aku
hilangkan dengan sengaja. Soalnya, semua pengalaman cinta pertamaku itu buat
aku indah. Sakit sih, mostly, tapi indah, Ras. Nggak ada satu pun kisah di
dunia ini yang bisa ngegantiin kisah cinta pertamaku, jadi ya gini deh, cukup
kan alasanku untuk tetep nyimpen memori itu?
Tapi buat nulis surat ini, aku nggak mau
nyontek diaryku. Sekalian aku mau ngetes seberapa jauh yang bisa aku inget
tentang kamu tanpa diary itu. Sekalian ngetes seberapa dalam jejak yang kamu
tinggalkan di aku.
Aku lupa Ras, tepatnya kapan aku mulai suka
sama kamu. Dan apa juga alasannya. Yang jelas itu terjadinya ya waktu aku kelas
1 SMP. Eh kelas 7. 7-4, kelas kita dulu. Aku inget aku presensi 20 dan kamu 23.
Tapi jelas bukan karena nomer presensi. Mungkin karena kamu temen yang baik
waktu itu, terus kamu suka bikin aku ketawa, kamu suka berbagi rahasia, kamu
suka minta dibantuin bikin tugas PKK atau KTK gitu, terus kita suka satu
kelompok tugas garagara presensi yang deketan, kamu suka SMS aku dari pagi
sampai malem, terus aku masih inget Damas, temen sekelas kita dulu sukanya
ngecengin aku sama kamu….hm ya aku yakin seyakin yakinnya kamu udah lupa.
Buat anak SMP, Ras, yang masih awam banget sama
pergaulan lawan jenis, mungkin udah sangat cukup alasan itu buat bikin aku
tertarik sama kamu.
Aku suka senyum-senyum sendiri kalau liat kamu
main bola di lapangan depan kelas kita, lihat jam warna item yang waktu itu
rasanya kayaknya kok kegedean banget dipakai di pergelangan tangan kamu yang
kecil. Aku juga masih inget tatapan mata kamu yang lain dari pada yang lain.
Bukan, maksudnya bukan kamu natap aku dengan tatapan yang gimana gitu bukan.
Maksudnya mata kamu, mata kamu bawaan lahir itu emang udah beda sama mata-mata
yang lain. Tatapannya males-males nggak niat tapi tajem dan kejam. Gimana
jelasinnya ya, tapi tatapan kamu itu, Ras, adalah salah satu hal yang special
dari kamu yang nggak pernah aku lupain.
Dari saat entah itu kapan, ya, aku suka sama
kamu. Nggak ada satu hari pun di masa SMPku yang dihabisin nggak pake mikirin
kamu.
Memori yang masih tersisa di aku tentang
hubungan baik kita adalah waktu kita di Bali, Ras. Aku masih inget kita
bercanda di tempat tari Bali itu, kamu dan kameramu dan Alam yang waktu itu
duduk di sebelahmu dan aku yang tepat dihadapanmu. Kita berkali-kali ribut
gara-gara kamu mau ambil foto dan kepalaku ganggu pemandanganmu. Hehe hebat ya
aku masih inget. Tapi mau berapa kalipun, kita gontok-gontokan kaya gitu, Ras,
aku masih inget kalau lebih dari seminggu aku nggak bisa tidur gara-gara inget
semua canda tawa kita di Bali waktu itu.
Lalu hubungan kita jadi super buruk. Aku lupa
kenapa. Yang jelas itu terjadinya akhir kelas 1 SMP. Dan tahu nggak, Ras, itu
menyedihkan banget buat aku. Bahkan sampai saat ini. Suatu titik balik yang
teramat sangat drastis, dari temen yang amat sangat baik sampai aku bener-bener
kaya gajah di pelupuk mata kamu yang nggak keliatan sama sekali, yang nggak ada
artinya sama sekali buat kamu, bahkan sampai bertahun-tahun setelah kejadian
itu, sampai saat ini kamu nggak pernah accept
friend requestku di path kamu.
Kelas 8 kita pisah kelas. Kamu 8.2 aku 8.4, aku
kira waktu itu mungkin emang yang terbaik, ya sesimple karena kita nggak saling
bicara lagi, I need to move on. Tapi
pada kenyataannya aku nggak pernah bener-bener move on, Ras.
Kamu kelasnya di bawah, aku di atas. Ada jalan
yang lebih dekat ke kelasku kalau aku lewat pintu aula dan langsung naik ke
atas, tapi setiap hari aku lewat pintu gerbang yang deket koperasi biar bisa
lewat kelasmu, terus curi-curi pandang lihat kamu. Kalau pagi itu aku gagal
lihat kamu, aku bisa uring-uringan seharian.
Terus pengkolan deket jembatan dr. Sardijto
itu, Ras. Kamu inget nggak? Itu adalah tempat kamu setiap hari nyegat angkot
kalau pulang. Aku sebenernya bisa naik angkot dari depan McD Sudirman buat
langsung ke pangkalan angkot ku, tapi aku milih tiap hari jalan lebih jauh cuma
karena kepengen banget lihat kamu duduk di pengkolan itu, Ras. Berharap kamu
bakalan nyapa aku kalau aku lewat. Hal itu dua tahun aku jalani, tapi sekali
pun impian aku nggak pernah terwujud.
Aku bahkan beli gantungan HP huruf ‘F’, Ras. Ya
namaku emang inisial ‘F’, dan itulah kenapa aku bersyukur banget, jadi
orang-orang nggak tahu kalo ‘F’ yang aku maksud itu kamu.
Satu lagi, Ras, memori yang masih nyangkut
tentang kelas 8, hari Kartini. Ya, hari itu aku dandan habis-habisan, pakai
kebaya yang bagus dan jarik yang oke banget. Banyak orang yang bilang aku
cantik waktu itu, Ras. Tapi efek ucapan mereka nggak ada apa-apanya dibandingin
efek waktu kamu ngeliat aku. Kamu, pakai batik warna coklat, cuma ngeliat aku
waktu upacara. Ya ampun aku mungkin cuma sekelebat sekilas doang di mata kamu
waktu itu, tapi sekelebat itu, Ras, aku nggak pernah lupa.
Terus waktu itu kamu punya pacar. Temen satu
kelas kamu. Terus aku patah hati. Itu patah hati pertama seumur hidupku, Ras.
Dan rasanya sakit banget. Kaya ada pisau yang nusuk tepat di ulu hati. Aku lupa
berapa liter air mata dan berapa halaman diary yang aku habisin untuk
melampiaskan betapa sakitnya perasaanku waktu itu, tapi rasa sakit itu nggak
berhenti.
Aku masih inget, waktu itu ada temen aku yang
nembak aku, dan aku masih inget apa jawabanku buat dia, “Sori ya, kamu kan tahu
sendiri aku sayangnya sama siapa.”
Ya, pada kenyataannya mungkin cuma kamu di
dunia ini yang nggak tahu kalau aku segitu sayangnya sama kamu, waktu itu.
Terus kita naik kelas 3. Eh 9. Kita sekelas
lagi. Dan keadaan rasanya kaya semakin buruk aja. Ya, memoriku tentang kelas 9
itu udah buruk bahkan tanpa ditambah memori tentang kamu.
Kelas 9, aku masih sayang sama kamu. Tapi
temenku, yang suka sama kamu dan berakhir jadi pacar kamu waktu itu, setiap
hari curhat tentang kamu. Ngeliatin semua SMS kamu ke dia. Nyeritain semuanya.
Aku sok-sokan bantu dan jadi ‘tempat sampah’, dimana aku inget emang aku sampah
banget waktu itu. Di hari waktu kalian jadian, aku inget aku pergi ke tempat
les duluan dan nangis sendirian disana.
Ngomong-ngomong tentang tempat les, ya, kita di
tempat les yang sama. Dan tempat les itu adalah neraka kedua buat aku yang
panasnya lebih siginifikan ketimbang sekolah. Kamu, temen-temenmu yang jahat,
prestasi kamu, kesinisan kamu waktu itu bener-bener nyiksa aku. Tapi herannya,
aku toh tetep nangis waktu kamu jadian sama temen sekelas kita itu. Dan aku
juga tetep nolak cowok yang nembak aku saat itu, cowok paling sempurna yang
pernah nembak aku seumur hidupku, yang sekarang berakhir jadi sahabat super baikku.
Ya, aku nolak dia, karena aku sayang kamu. Gila.
Terus kita lulus SMP. Kamu diterima di SMA 8
dan aku SMA 2. Fyi, waktu detik-detik kamu kelempar dari SMA teladan itu aku
ngikutin banget lho. Hehe.
Dan yah, apa sih yang bisa aku harapin dari
pisah sekolah? Ya, otomatis kita nggak pernah ketemu lagi dan ternyata
perubahan lokasi bener-bener berdampak signifikan terhadap perasaanku, Ras. Aku
jatuh cinta lagi. Aku bisa jatuh cinta lagi selain sama kamu, dan yah, otomatis
nama kamu udah teramat sangat jarang terlintas di kepalaku.
Teramat sangat jarang itu bukan berarti nggak
pernah sama sekali ya, Ras. Kamu adalah alasan kenapa setiap sekolahku ada
acara, aku yang menawarkan diri untuk in
charge publikasi ke sekolahmu. Kamu adalah alasan kenapa aku selalu dateng
DBL atau pertandingan basket apapun yang melibatkan sekolah kamu, walaupun
sekolahku nggak main, berharap kamu ada di sana, sekedar pengen lihat kamu
(yang mungkin aja lagi suporteran) walaupun cuma sekelebat aja.
Reunian kelas 9.4, adalah momen di mana aku
cuma pengen lihat apakah ada perubahan sikap dari kamu. Apakah kamu jadi
semakin ‘tidak menyeramkan’ atau nggak. Ya, jujur cuma itu. Dan yang paling
terakhir, Ras, waktu di tempat steak itu, aku inget bahwa kamu jadi lebih
ramah. Dan karena emang sejauh itu yang pengen aku tahu, aku udah cukup
bersyukur, Ras.
Ras, dulu waktu SMP, waktu aku masih segitu
sayangnya sama kamu, aku selalu punya cita-cita untuk bisa ngungkapin
perasaanku suatu saat sebelum lulus SMP. Just
so you know aja, nggak pernah punya pikiran macem-macem. Karena 3 tahun
menyayangi kamu, berusaha buat move on tapi nggak pernah bisa, itu bukan suatu
hal yang mudah, Ras. Makanya itu, akan impas rasanya kalau kamu tahu.
Tapi pada kenyataannya aku nggak pernah punya
keberanian untuk ngasih tau kamu, bahkan sampai aku ngetik surat ini.
Ras, umur 12 tahun aku mulai suka sama kamu.
Dan sekarang, 10 tahun kemudian, aku baru sadar bahwa kamu adalah orang yang
paling berhak tau tentang perasaanku yang dulu pernah ada buat kamu. Dan
setelah 10 tahun berlalu, aku sadar aku udah nggak kepengen nyimpen unek-unek
atau suatu apapun yang ganjel di hati aku kalau aku denger nama kamu disebut
atau ketemu orang yang punya nama yang sama kaya kamu.
Yah, gini deh Ras. Aku harap apa yang aku tulis
nggak bikin kamu salah sangka atau bikin kamu mikir yang nggak-nggak, karena
memang aku sekedar kepengen bikin diriku lega. Udah itu aja. Aku bener-bener
minta maaf kalo tulisan ini menjengkelkan buat kamu, apalagi sama tingkahku
yang stalker banget, aku tahu ini bakalan ngeselin banget buat dibaca.
Sehat terus ya Ras. Semoga apa yang kamu
cita-citakan dalam hidupmu jadi nyata. Bahagia ya Ras.
Harapanku terakhir Ras, aku berharap kita bisa
berteman, at least di path.
aah sweeet :')
ReplyDeleteah thank youu :)
Delete