Posts

Showing posts from 2019

[Life] A Glimpse of My Decade

Image
Tahun 2019 hanya tersisa sehari lagi. Selain akan menyambut tahun baru, kita juga akan menyambut dekade yang baru di 2020 ini. Untuk itulah, karena emang lagi ramai-ramainya orang membahas tentang apa aja yang terjadi pada hidup mereka di dekade ini, aku kan juga jadi terdorong untuk ikut throwback dan introspeksi. Foto ini diambil pertengahan tahun 2016. Kenapa aku pakai foto ini? Karena I'm pretty much like this dari awal 2010 sampai sekarang tahun 2019 akhir. (Suka bingung sama hidup sampai ingin berpangku tangan aja tapi mata tetap tajam menatap masa depan) Jadi, ini dia secercah kisah kilat hidupku di dekade ini: 2010 - Menjadi anak kelas 10 SMA di SMA 2 Yogyakarta Sungguh adalah tahun terindah sebagai anak SMA. Nggak mikir apa-apa kecuali main, bikin rusuh, bolos, melanggar peraturan, nongkrong, bergaul, dan jatuh cinta. Aku bisa bilang, masa SMAku sangatlah indah, berkesan dan nggak terlupakan karena pada saat itu aku benar-benar living in the moment. -

[Life] December, I'm in Love

Image
Awalnya, aku kira, aku akan memulai Desember dengan menyusun to-do-list. Lalu selama bulan ini berjalan, aku akan jadi super sibuk menyelesaikan list yang udah aku buat. Rasanya masih banyak sekali yang harus aku lakukan sebelum tahun 2019 bergerak meninggalkanku. Aku masih belum menyelesaikan satu proyek yang udah kurencanakan sejak awal tahun. Aku masih belum bisa nyetir mobil. Aku masih belum ini dan itu. Aneh sekali rasanya ketika aku masih punya banyak checklist yang belum tercentang padahal deadline yang kutentukan tinggal sebentar lagi.  Jujur aja aku nggak biasa nggak disiplin kaya gini. Tapi mau gimana lagi, ternyata 2019 nggak selancar itu. Makanya, mau nggak mau aku harus membelah fokusku, bahkan kehilangan fokus, dari hal-hal yang semula aku rencanakan untuk diselesaikan tahun ini. Aku udah mulai kehilangan fokusku dari kuarter terakhir tahun 2019 ini. Bulan Agustus 2019. Saat itu semua terasa baik. Manakala udah mau naik cetak. Aku bahagia dengan pekerjaanku

[Life] Cerita Tentang Manakala

Image
manakala/ma·na·ka·la/ p kata penghubung untuk menandai syarat (waktu) Tepat tanggal 28 Oktober kemarin, aku merayakan suatu hal yang lebih dari Hari Sumpah Pemuda. Yak, novel kedua-ku, Manakala akhirnya terbit! Senang dan lega semua bercampur aduk menjadi satu di hatiku. Setelah melewati proses yang lumayan panjang, dari mulai riset, penyusunan plot, pembentukan karakter, penulisan, editing dan segala tetek bengeknya, akhirnya jadi juga. Manakala ini memang mengalami proses ‘persalinan’ yang lebih menantang plus menguras perasaan dibandingkan kakaknya, Reminisensi. Tentang apakah novel Manakala ini sebenarnya? Dan kenapa judulnya Manakala? Oke akan aku ceritakan secara garis besar melalui postinganku kali ini. Manakala berkisah tentang dua orang sahabat yaitu Karel dan Auri. Mereka bersahabat sudah sangat lama. Mereka terlalu dekat sampai pada suatu hari persahabatan mereka berada di ujung tanduk dan kehilangan arah saat Karel menyatakan cinta kepada Auri.  Oke.

[Life] Double Tap dan Cerita Tentang Mengalahkan Diri Sendiri

Image
“Fin, kenapa sih kamu nggak nyoba nulis online?” Dulu pernah ada masa di mana banyak banget orang yang nanyain aku kenapa aku nggak nyoba nulis di platform online. Dan aku punya daftar jawaban khusus untuk menanganinya. Dari yang takut dicopy-paste secara illegal, nggak ada duitnya, platformnya yang nggak jelas dan lain sebagainya. Iya, semua hal itu memang beneran ada di dalam kepalaku, tapi sebenarnya kalau boleh jujur, muara dari seluruh jawaban itu adalah bahwa aku takut ceritaku nggak ada yang baca. Aku takut banget.  Saking mudahnya nulis di platform online, banyak penulis yang bertubi-tubi masuk ke dalam dunia online itu. Aku terlalu takut masuk ke dalam kolam yang begitu banyak orang di dalamnya. Aku takut nggak bisa bergerak dan jadi nggak signifikan. Ngaku deh, suka takut nggak sih kalau mau mencoba atau berhadapan dengan suatu hal yang beneran baru? Lalu, tiba-tiba urgensi itu datang begitu aja. Aku harus coba. Aku harus mencoba melawan keminderanku

[Life] Cerita Tentang Double Tap

Image
Im welcoming my newborn child : Double Tap Pada suatu hari, aku lupa hari apa, mungkin sekitar setahun yang lalu. There was me and my best friend sitting together eating sushi di salah satu rumah makan sushi di Kota Kasablanka, Jakarta. Kita bicara banyak banget. Dari kabar satu sama lain, memori masa lalu kita, sampai bertukar pikiran tentang issue yang lagi hot saat itu. Salah satu hal yang kita bicarakan lumayan panjang saat itu adalah keresahan kita tentang dunia social media. Begitu banyak orang yang nggak jadi diri sendiri karena social media. Banyak orang yang bahkan nggak mengenali dan mencintai dirinya sendiri karena pengaruh ruang maya itu. Pembicaraan itu berakhir karena malam sudah larut. Namun, keresahan itu berputar terus di kepalaku sampai-sampai aku bertekad untuk menjadikan pembicaraan itu sebagai sebuah premis kalau suatu hari nanti aku mau menulis lagi. Waktu berlalu dan suatu hari itu tiba juga. Saat itu, April 2019, Storial, sebuah platfor

[Life] Intuisee dan Mimpi dari Hati

Image
“Kamu tahu nggak sih, sebenernya mereka itu sama lho kaya kita.” Aku masih ingat saat pertama kali temanku Kiki mengutarakan keinginannya untuk membantu orang-orang tuna netra di sekeliling kita. Saat itu kami sedang makan siang di tempat Yamie favoritku. Aku hanya memandangi Kiki dengan bingung. Kiki yang sudah biasa dengan lamanya koneksi otakku pun dengan sabar sekaligus semangat 45 mulai menjelaskan kepadaku. Faktanya teman-teman yang memiliki kebutuhan khusus itu tidak berbeda dengan kita yang normal. Mereka pintar, mereka bisa menggunakan teknologi, mereka biasa menggunakan alat transportasi umum ke manapun mereka mau, mereka suka menyanyi, menari, menulis…, dan berbagai hal yang lainnya yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Ada suatu kejadian yang menurutku pribadi amat sangat berkesan. Saat itu malam hari, aku dan dua temanku yang lain, Anin dan Wulan sedang berada di Yaketunis (Yayasan Tunanetra yang bekerja sama dengan Intuisee). Fyi, banyak d

[Life] Welcoming luthfinta.com

Image
Halo blog yang sudah lama nggak terjamah! Mungkin satu kabar ini bisa mengobati kekecewaanmu akan diriku yang jahat ini. Akhirnya setelah 10 tahun ada di dalam kehidupanku, kamu aku belikan domain! Yeay!!! Jadi mulai Agustus ini, namamu bukan lagi fintakaruan.blogspot.com lagi, melainkan luthfinta.com. Horeeeee!!!! Sejujurnya aku ingin memberimu alamat luthfintasudar.com, tapi entah siapa dan bagaimana, bisa-bisanya nama luthfintasudar sudah ada yang pakai. Kenapa nggak luthfinta-sudar.com? Sederhana, karena aku nggak kepikiran waktu beli domain. Hehehe. Yah well, dengan dibelinya domain baru ini, aku harap aku akan lebih rajin lagi mengupdatemu, blogku sayang. Apalagi saat-saat sekarang ini, saat aku sebenarnya sedang punya banyak sekali hal untuk diceritakan  Ayo kita sama-sama berjuang semoga aku konsisten lagi mengupdatemu ya, luthfinta.com-ku. We’ve been together for 10 years , nggak banyak lho yang bisa bertahan selama ini pada satu blog. Bahkan ketik

[Poem] Ada

Image
Dia ada dalam terang. Dia ada dalam gelap. Dia datang dalam tenang, tanpa membuatku sempat berharap. Dia ada. Wujudnya nyata. Senyumnya dapat kuterawang dalam maya. Suaranya dapat kudengar kala tak berdaya. Waktu memiliki satuan tersendiri saat bersama. Pelan. Tapi cepat. Detik berlalu dalam kedip, Lalu menit demi menit terbang tak mau menunggu kami yang terhimpit. Dia ada. Menjeratku dalam tanda tanya yang indah. Menyalakan degupan jantungku yang lama mati dalam gundah. Photo by  Min An  from  Pexels

[Life] Cerita Tentang 24 Saat Sudah 25

Image
25 Tahun. Seperempat abad. Allah baik sekali ya memberi saya napas sampai bisa mencapai usia ini?  Iya. Allah selalu baik. Allah tak pernah berhenti baik. Dan saya tak pernah berhenti berbuat salah.  Saya kerap kali lupa bersyukur. Saya tak pernah lepas dari dosa. Setiap hari. Termasuk di hari-hari saya saat berusia 24 kemarin. Di usia 24 ini, saya dikecewakan harapan saya. Lalu kekecewaan saya mengikis sedikit demi sedikit rasa percaya diri yang saya miliki hingga akhirnya habis sama sekali. Dan kebohongan lah satu-satunya yang saya miliki untuk tetap menjalani hidup saat itu. Saya tahu saya punya pilihan lain yang lebih baik. Jujur. Tapi harga diri saya tidak mengizinkannya. Ego saya lebih memilih berdosa dari pada mengakui kekalahan saya. Saya dikecewakan berkali-kali di 24. Oleh banyak pihak. Tapi yang saya ingin salahkan dari kekecewaan ini adalah diri saya sendiri. Siapa suruh berharap pada manusia?  Dampak dari kekecewaan itu adalah saya jadi bisa meliha