[Life] December, I'm in Love



Awalnya, aku kira, aku akan memulai Desember dengan menyusun to-do-list. Lalu selama bulan ini berjalan, aku akan jadi super sibuk menyelesaikan list yang udah aku buat. Rasanya masih banyak sekali yang harus aku lakukan sebelum tahun 2019 bergerak meninggalkanku. Aku masih belum menyelesaikan satu proyek yang udah kurencanakan sejak awal tahun. Aku masih belum bisa nyetir mobil. Aku masih belum ini dan itu. Aneh sekali rasanya ketika aku masih punya banyak checklist yang belum tercentang padahal deadline yang kutentukan tinggal sebentar lagi. 

Jujur aja aku nggak biasa nggak disiplin kaya gini. Tapi mau gimana lagi, ternyata 2019 nggak selancar itu. Makanya, mau nggak mau aku harus membelah fokusku, bahkan kehilangan fokus, dari hal-hal yang semula aku rencanakan untuk diselesaikan tahun ini.

Aku udah mulai kehilangan fokusku dari kuarter terakhir tahun 2019 ini. Bulan Agustus 2019. Saat itu semua terasa baik. Manakala udah mau naik cetak. Aku bahagia dengan pekerjaanku. Double Tap juga berjalan jauh lebih mulus dari bayanganku. Aku juga punya tim Intuisee yang begitu membuka mata dan hatiku. Rasanya tenang dan semua sesuai dengan plan. 

Lalu di tengah ketenangan itu, datanglah September dan badai besarnya. Sebuah badai yang sesungguhnya udah aku perkirakan kehadirannya, tapi nggak dengan kekuatan sebesar ini. Dan lalu porak poranda-lah semuanya. Perlahan tapi pasti.

Kondisiku semakin hari semakin menurun. Aku jadi gampang sakit. Aku nggak bisa tidur. Aku susah fokus. Puncaknya, akhir November 2019, aku sakit. Penyakitnya belum pernah mampir ke tubuhku sebelumnya. Kata dokter, penyebabnya adalah stress. Maka aku memutuskan untuk membawa diriku ke psikolog. 

Itu adalah keputusan yang terpaksa aku buat karena kondisiku saat itu udah nggak karuan. Aku merasa udah kaya zombie. Dan karena aku tahu segala daya dan upaya yang aku lakukan untuk menyembuhkan diri nggak berlangsung dengan baik, maka aku memberanikan diri untuk ditangani oleh professional.

Dan begitulah awal mengapa rencana Desemberku hanya tinggal jadi rencana belaka. Sesuai dengan diskusiku dan sang psikolog, aku mengenyahkan seluruh keharusan yang kubuat sendiri demi kewarasan mentalku. Jadi yang aku lakukan selama Desember ini adalah hidup bebas, tanpa berpikir. 

Ya. Aku menghabiskan Desember ini untuk bersenang-senang, reuni dan jatuh cinta. Semua itu kulakukan bersama seseorang yang sangat spesial sekali dalam hidupku. Seseorang yang selama ini aku kira udah kuperlakukan dengan penuh cinta, tapi ternyata belum. Seseorang yang selama ini berjuang keras demi kebaikanku. Seseorang yang paling pantas aku utamakan dan tinggikan di atas semua yang aku kenal.

Seseorang spesial itu adalah Luthfinta Nurul Dzikrina Sudar a.k.a. diriku sendiri.


Bolehkah aku bertanya, kapan terakhir kali kamu melihat bayanganmu di kaca, menatap dalam kedua bola mata yang menatapmu balik, merasakan setiap rasa yang memancar dari kedua bola mata itu dan sambil tersenyum mengatakan pada bayanganmu sendiri bahwa kamu mencintainya? 

Itu yang aku lakukan. Saat aku selesai melakukan itu, satu hal yang aku tahu, aku merasa jatuh cinta. 
Amat sangat jatuh cinta.

Aku ingin mengenal pemilik kedua bola mata itu lebih jauh. Aku ingin tahu apa yang dia sukai dan tidak. Aku ingin tahu apa yang ingin dia lakukan dan apa yang tidak. Aku ingin membuatnya tertawa. Aku ingin dia merasa aman, nyaman, bahagia. Aku ingin melindunginya dari rasa sakit, dari dunia luar yang kejam. Aku ingin ada. Aku ingin dia merasakan kehangatan. Aku ingin mendengar kejujurannya. Aku ingin dia merasa diterima baik kelebihan maupun kekurangannya. 

Lalu Desember ini aku mulai melakukan pendekatan pada Luthfinta Sudar yang aku kira udah aku kenali seutuhnya. Layaknya orang awam yang melakukan PDKT, aku berkonsultasi pada berbagai sumber yang terpercaya, yang aku yakini dapat melancarkan hubunganku dengan Luthfinta Sudar. Aku membaca banyak buku self-help. Aku belajar apa tu self-love yang sesungguhnya, bagaimana cara mempraktikkannya. 

Berikutnya aku mengajak Luthfinta untuk melakukan kegiatan yang menyenangkan. Yang berkesan. Yang sebelumnya dia nggak pernah lakukan. Memasak, berolahraga, memakan-makanan yang selama ini dia hindari, menonton film yang selama ini dia nggak ingin tonton, menyelesaikan semua hal yang ditunda. Untungnya, Luthfinta suka sekali ditantang. Dia akan sangat bahagia ketika dia merasa bisa mengalahkan dirinya sendiri.

Karena dia udah dalam kondisi nyaman, aku juga jadi lebih mudah mengajak Luthfinta bicara heart-to-heart. Dari pembicaraan itu, kami sering memutuskan hal-hal besar seperti meminta maaf kepada orang yang pernah disakiti, memaafkan orang yang pernah menyakiti, menghapus dan mengunfollow orang-orang yang memberikan efek negative dari sosial media.

Selain itu, aku juga mengajak Luthfinta untuk menikmati setiap detik yang dia punya. Aku nggak ingin dia berpikir terlalu banyak. Aku ingin dia hanya berada pada masa di mana dia berada. Aku ingin dia benar-benar mensyukuri langit jingga yang mengantarnya pulang kantor, aku ingin dia merasakan setiap detil rasa pada makanan yang masuk ke mulutnya, aku ingin dia meresapi betapa segarnya air hujan yang menyentuh kulitnya, aku ingin dia merasakan setiap lirik yang dia nyanyikan saat lagu favoritnya diputar. 

Ada kalanya aku melihat Luthfinta menangis. Jika saat itu datang, yang aku lakukan adalah memeluknya dan mendengarkan keluh kesahnya. Aku nggak menghiburnya. Aku nggak menyuruhnya untuk berhenti sedih. Dia adalah manusia, bukan robot. Luthfinta boleh dan sangat dipersilakan untuk sedih kapan pun dia mau. Yang penting dia tahu aku ada, dan aku menerimanya, bagaimana pun emosi dan keadaannya. 

Yang kurasakan setelah menghabiskan hampir sebulan ini dengan jatuh cinta pada diriku sendiri adalah satu hal: bahagia.

Yang sangat kusadari dari seluruh kejadian ini adalah bahwa pertolongan pertama yang bisa menyelamatkanmu dari segala badai yang menerpa sesungguhnya sangatlah dekat. Meskipun kadang terasa begitu berjarak, tapi nyatanya nggak. 

Dan tentang cinta, kamu nggak akan bisa memberikannya kepada siapapun juga, kalau kamu sendiri nggak memilikinya, bahkan untuk dirimu sendiri.

Jadi, sudahkah kamu jatuh cinta pada dirimu sendiri hari ini? 😊




Comments