[Life] Intuisee dan Mimpi dari Hati




“Kamu tahu nggak sih, sebenernya mereka itu sama lho kaya kita.”

Aku masih ingat saat pertama kali temanku Kiki mengutarakan keinginannya untuk membantu orang-orang tuna netra di sekeliling kita. Saat itu kami sedang makan siang di tempat Yamie favoritku. Aku hanya memandangi Kiki dengan bingung. Kiki yang sudah biasa dengan lamanya koneksi otakku pun dengan sabar sekaligus semangat 45 mulai menjelaskan kepadaku.

Faktanya teman-teman yang memiliki kebutuhan khusus itu tidak berbeda dengan kita yang normal. Mereka pintar, mereka bisa menggunakan teknologi, mereka biasa menggunakan alat transportasi umum ke manapun mereka mau, mereka suka menyanyi, menari, menulis…, dan berbagai hal yang lainnya yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya.

Ada suatu kejadian yang menurutku pribadi amat sangat berkesan.

Saat itu malam hari, aku dan dua temanku yang lain, Anin dan Wulan sedang berada di Yaketunis (Yayasan Tunanetra yang bekerja sama dengan Intuisee). Fyi, banyak dari teman tunanetra yang bersekolah di sekolah umum. Seperti sewajarnya tahun ajaran baru, ada form yang dibagikan mengenai data diri beserta form ekstrakulikuler yang harus diisi dan dikumpulkan besok paginya. 
Waktu itu kami diminta untuk membantu teman-teman tunanetra yang masih sekolah untuk mengisi form itu.

Dari membantu mengisi data diri, aku jadi banyak tahu tentang mereka. Aku jadi tahu tentang latar belakang, alasan mereka tidak bisa melihat dan bahkan tentang keluarga mereka. Tapi bukan itu yang membuatku paling tersentuh. 

Yang membuat aku paling tersentuh adalah ketika mereka memintaku membantu mengisikan form ekstrakulikuler. Ada banyak pilihan di sana. Dari ekstrakulikuler olahraga seperti basket dan teman-temannya, ekskul agama seperti muratal dan lainnya, yang berbau sains dan teknologi sampai yang berbau kesenian.

“Kamu sukanya apa?” begitu pertanyaanku setiap kali aku mau mencentang pilihan ekskulnya. Dan dari pertanyaan sederhana itu, aku selalu mendapatkan jawaban yang membuat hatiku berdesir.

“Aku suka bicara di depan umum, Kak. Apa aku ikut ekskul broadcast aja ya, biar aku bisa jadi penyiar?”

“Aku suka acting, Kak, aku mau ikut teater ah. Aku suka lho ikut pertunjukan.”

“Aku suka nulis, Kak, akak tahu nggak caranya biar tulisanku bisa dibukukan?”

It hits me. So damn hard.

Mungkin ini terdengar biasa aja, tapi kalau kalian melihat apa yang aku lihat saat itu, kalau kalian bisa mendengarkan antusiasme di suara mereka saat itu, aku yakin, kalian akan mengerti apa yang aku maksudkan.

That passion. That enthusiasm. Semangat itu. Semangat yang berkobar tinggi untuk meraih mimpi dan masa depan. Seolah tidak ada yang tidak mampu mereka lakukan untuk cita-cita mereka. Sebuah getaran yang membuat aku merasa malu. Amat sangat malu pada diriku sendiri karena dalam kondisi yang lebih mudah pun, aku sering kehilangan semangat dan malas-malasan. 

Setelah pertemuan itu, semalaman aku tidak bisa tidur. 

Mungkin mereka pikir aku yang udah membantu mereka mengisi form, tetapi sebenarnya mereka yang membantu aku menyalakan api di dalam diriku.

Dan jujur, itu terasa sangat hangat dan menyenangkan.








Mimpi. Berdasarkan hal itulah Intuisee berdiri. Bahwa passion, masa depan, sukses… itu bukan hanya milik kita yang terlahir normal. Kami ingin menyuntikkan semangat. Kami ingin mereka percaya bahwa mimpi itu ada dan bisa jadi nyata. Kami ingin sekali bisa menjadi mata yang bisa membukakan dunia untuk mereka. Kami ingin mereka bisa bersaing dan mengikuti perkembangan zaman. 

Karena kami tahu mereka bisa. Mereka hanya tidak tahu harus bagaimana. Itu saja.




 photo ttd_1.png

Comments