Kepada Waktu

Waktu,
aku tidak takut terluka. tapi nanti kalau kamu sudah bisa menghapus luka itu, jangan beri aku yang baru di tempat yang sama. aku sudah terlalu bosan terluka lalu membersihkan dan memberi obat merah di tempat yang itu-itu saja. kamu tahu sudah seperti apa bentuknya? tidak beraturan. sudah harus diamputasi.

Waktu,
aku bukan pendendam. tapi nanti kalau kamu memelintirkan hatiku lagi, jangan membuatnya buta. aku sudah kapok memaklumi manusia bertopeng kata-kata manis yang bisanya hanya memanfaatkan kasih sayang untuk mencapai egonya sebagai makhluk superior. atau bajingan?

Waktu,
aku bukan orang yang pantang menyerah. tapi nanti kalau kamu menemukan aku mengusahakan sesuatu yang percuma, jangan beri aku kesempatan. aku sudah terlalu membuang waktu dengan menyatukan dua bahasa yang berbeda. kamu tahu akhirnya apa? aku menjadi gagu.

Waktu,
aku tidak cengeng. tapi nanti kalau air mataku menetes untuk membersihkan dosa pembunuhku, setelah kering, jangan biarkan basah lagi. aku takut air yang terlalu banyak akan menyuburkannya dan menambah energinya untuk menghancurkan aku. lagi. dan lagi. dan lagi.

Waktu,
aku bukan orang paling suci. tapi aku ingin mendoakan dia semoga Tuhan memberikannya 1000 hati. karena ternyata tubuhnya tidak mau memfungsikan hatinya jika hanya satu. semoga dengan tambahan 999, ia bisa mengerti bahwa berbohong, sok polos, dan menyakiti perasaan orang lain itu bukan perbuatan terpuji.

Tapi waktu,
menghuni labirin rumit sekian lama untuk menemukan sebuah jalan pulang pada nalar,
...

...

...

aku tidak menyesal.


Photobucket