A Letter To My Personal Angel (#30harimenulissuratcinta)


Halo, Latifa!

Merupakan salah satu hal yang lucu harus memberikanmu surat cinta, mengingat diantara kita tidak pernah ada rahasia atau sesuatu yang tidak bisa dikata.  

Tapi aku tetap ingin kamu menerima setiap kata yang sudah aku tata. Sebagai hadiah atas segalanya yang pernah terjadi diantara kita.

Tifa, terkadang aku membayangkan jika kehidupan sebelumnya itu ada, pastilah aku  manusia yang baik budinya, karena ya, dalam kehidupan sekarang Tuhan memberikan aku dirimu sebagai pahala.

Jika bisa mengulang masa, menerimamu pun dulu aku tidak bisa, karena bagiku yang masih berumur dua, kamu hanyalah manusia yang akan merebut semua yang aku punya.

Tapi kenangan itu kini hanya membuatku tertawa, karena ternyata kamu telah menjadi adik yang sangat sempurna.

19 tahun kita bersama. Berjalan beriringan melewati hitam putih dunia. Berbagi rahasia dan juga suka duka. Saling menutup setiap cacat, demi tersenyum terhadap semesta.

Kita berbeda. Dan itulah bagian yang aku suka. Saat perbedaan biasanya menimbulkan prasangka. Atau tak sepaham yang biasanya menimbulkan perkara. Tapi itu tak pernah berlaku pada kita. 
Kita menghormati setiap isi kepala. Kita mengerti setiap alasan dibalik keputusan yang akhirnya kita bawa. Meski memang jarang yang sama, tapi semua terasa tanpa cela. 

Tifa, sejak aku kecil pun aku sudah mengerti betapa kamu menginspirasi hidupku lebih daripada yang kamu kira. Kamu adalah alasan jilbab pertamaku yang ku kenakan sejak kelas lima. Bakti yang tiada terkira terhadap orang tua. Keahlianmu dalam matematika. Lalu keputusan bombastismu dalam menuntut ilmu agama. Juga keberanianmu mencapai cita-cita hingga membawamu keliling Eropa. 

Dengan semua itu bagaimana bisa aku tidak bangga?

Dan lalu gadis kecilku jatuh cinta. Lalu aku melihat senyumnya yang lebih berwarna. Bahwa ada bahagia lain yang Tuhan berikan setelah melihat bagaimana ia berjungkir balik membahagiakan setiap manusia.

Sepanjang ingatanku aku tidak pernah menjadi kakak yang sempurna. Tapi tetap saja kamu tidak meninggalkan aku dan selalu ada. Menghapus tangis dan mencipta tawa. Membuat hidupku lebih bermakna.

Tuhan mungkin memberikan jalan terjal terhadap cita-cita. Atau kasih sayang yang selalu kita damba. Tapi aku yakin semua akan baik-baik saja, selama kita bersama.

Luthfinta dan Latifa, kelembutan yang sama harapan orang tua kita. Tapi entahlah, dari sisiku, aku tak menemukannya. Bersamamu aku baru merasakannya.

Tifa, ada namamu dalam setiap doa yang kupanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Kuharapkan kamu bahagia. Selain itu aku mengharapkan kebersamaan kita sampai nanti di surga.  



Comments