[Life] Dear Gemini




Dear Gemini,

Hanya Tuhan yang benar-benar tahu apa yang terjadi. Dari hari di mana aku mengakui aku patah hati hingga detik ini. Walau komunikasi sudah dimatikan, tapi hidup tetap berjalan. Kau menjadi tumpuan empat kaki dan aku berjalan sendiri. 

Jika kau tanya tentang perjalananku, aku berjalan pelan-pelan. Kunikmati pemandangan di sekitarku. Aku tidak banyak berbelok. Aku takut menyimpang dari jalur yang aman. Aku takut tersesat. Aku hanya lurus terus sambil mencari arti dari semua yang terlihat dan terasa. Termasuk rasa rindu untukmu yang datang sesekali menghampiriku. 

Ya, ini rahasia besar, tapi aku masih sering rindu. Dan ini kali pertama aku mengungkapkannya setelah terpendam menahun. 

Gemini, kukira aku tak akan pernah sembuh. Kuikhlaskan terhantuimu sebagai cobaan Tuhan untukku.

Namun, beberapa waktu lalu, Tuhan memberi hadiah yang luar biasa indah padaku. Sebuah titik balik di mana aku bisa sepenuhnya melepasmu.

Gemini, kau mengenalku sebagai seorang pejuang yang tangguh. Tapi tahu kah kau? Kukira aku tidak setangguh itu memperjuangkanmu. Kukira aku tidak berjuang dengan maksimal. Kukira aku terlalu payah dan tak pantas untukmu. Perasaan itu menggerogotiku setiap waktu. Aku tidak suka kalah tanpa usaha maksimal. Aku benar-benar tidak suka.

Otakku yang unik ini pun sering menyalahkanku. Membuatku mengira bahwa aku punya hutang jutaan maaf untukmu. Aku jadi ingin sekali bertemu denganmu. Untuk menyampaikan maaf dan membenahi silaturahmi yang hancur. Jujur, mauku tidak pernah lebih dari itu.

Lalu Tuhan mempertemukanku dengan dia, seseorang yang membuka mataku sepenuhnya. 

“Memang harus ya?” dia bertanya.

Aku tergugu dengan pertanyaannya. Kukira permintaan maaf wajib diucapkan. Kukira silaturahmi yang terputus adalah dosa. Namun dia membuatku berpikir:

Apa yang seharusnya kau maafkan dariku? Apa yang membuatku merasa tidak cukup?

Gemini, ternyata aku sudah berlaku dengan sangat baik sampai detik terakhir. Di hari besar itu, aku sudah memintamu memahamiku bahwa aku tak bisa kuat. Aku sudah memintamu untuk menyerahkan bagianku kepada orang lain karena aku tak bisa melakukannya. Semua terlalu menyakitkan.

Tapi, kau memaksaku.

Jadi atas dasar peran yang kau sematkan padaku sampai detik terakhir, aku datang. Kulepaskan ego dan segala tetek bengek duka hanya untuk menuruti kemauanmu. Sebagai aksesoris hari bahagiamu.

Tapi kau menolak melihatku. Kau malah menghapusku dari hidupmu selamanya. 

Bertahun kuanggap keputusanmu benar. Bertahun kuhormati pilihanmu terhadap hubungan kita.

Tapi dia membuatku tersadar, aku tidak pantas diperlakukan begitu. Aku sudah mengabulkan pintamu dengan puing-puing energi yang masih tersisa di diriku saat itu. Seharusnya ada penghargaan untukku. Seminimalnya bukan dengan membuangku seperti itu.

Tidak, aku tidak minta apapun terucap darimu. Bahkan, aku tidak meminta apapun darimu.

Aku hanya ingin bilang, bahwa dari situ semua pendapat buruk tentang diriku di otakku hancur. Dan mungkin itu lah yang membuat hari-hari setelahnya terasa lebih ringan. Mungkin ini jugalah akar keikhlasan yang selama ini selalu kuminta kepada-Nya. 

Aku sudah berusaha sebaik mungkin. Aku sudah bersikap sebaik yang aku bisa. Bukan salahku ketika rasa yang sama tidak hadir di hatimu. 

Seminggu sebelum tahun ini berakhir akan kutandai. Akan kuingat bahwa pada akhirnya Tuhan mengabulkan salah satu doa besarku: babak baru yang bersih dari residu tentangmu. Bukan dengan pengalihan, bukan dengan pemaksaan, bukan dengan menyalahkan, bukan dengan kebencian

Hanya dengan sebuah kesadaran bahwa aku punya semua alasan untuk mengikhlaskan, lalu semua yang tersangkut hilang terhempaskan.

Alhamdulillah :)

Gemini, nanti kalau garis hidup mempertemukan kita lagi, kurasa duniaku tidak akan terdistraksi. Semua cerita yang terjadi sudah selesai kupelajari dan detak jantung yang mengiringi namamu sudah tak berdenyut mati.


Comments