[Life] Tiga Puluh




Sejujurnya aku takut 30. Saking takutnya, aku sampai menghitung mundur sejak 6 bulan sebelumnya. 6 bulan sebelum 30, 5 bulan sebelum 30, 4 bulan…. 3 bulan… seolah olah waktuku akan habis. Dan semakin dekat waktuku menuju 30 tahun, semakin aku merasa tertekan.

Memangnya sudah pantas seorang aku berusia 30 tahun?

Dalam bayanganku bertahun-tahun yang lalu, kalau usiaku mencapai 30 seharusnya aku sudah menjadi seorang istri dan ibu. Kalau usiaku mencapai 30 tahun aku sudah punya karir yang mentereng dan gaji yang membuatku bisa mengeluarkan uang tanpa menjadi kaum mendang-mending. Kalau sudah 30 tahun harusnya aku sudah punya ini dan itu yang sifatnya materil dan duniawi. 

Tapi ternyata semua itu tidak terjadi. 

Aku masih belum menjadi istri dan ibu. Pekerjaan dan gajiku juga cukup. Aku punya ini dan itu, tapi hampir semuanya jauh dari bayanganku bertahun-tahun yang lalu. 

Lalu apakah dengan semua ini aku pantas menjadi 30? 

Entahlah. Mereka bilang umur hanyalah angka, bukan pencapaian-pencapaian itu yang mendefinisikan pribadi dan kebahagiaan seseorang. Sejujurnya aku setuju, kok. Tapi sebagian diriku, mungkin bahkan lebih dari itu, merasa telah mengkhianati diriku yang di masa lalu. 

Saat usiaku memasuki awal 20 tahun, aku adalah pribadi yang punya banyak mimpi. Dunia seperti bisa kugenggam dengan tanganku asalkan aku mau melakukannya. Dan pada saat itu, aku akan dengan senang hati melakukannya, meski harus mengorbankan waktu tidur dan kesehatanku. Pada saat itu, api berkobar begitu besar. Bahkan, air mata pun tak akan mematikannya.

Namun sekarang, setiap melihat cermin, aku melihat pribadi yang jauh berbeda. Jika diriku yang 10 tahun lalu naik mesin waktu dan menemui diriku yang sekarang, aku yakin dia tidak akan mengenali diriku yang sekarang. 

Aku jauh sekali dari Finta yang ia kenal dan jauh dari apa yang ia harapkan. Dan aku takut sekali dia kecewa. Mungkin itulah yang membuatku merasa tidak pantas di usia ini. 

Jika saat ini aku ditanya apa aku kecewa pada diriku sendiri, mungkin aku bisa menjawab iya. Tapi bukan karena aku merasa menjadi seorang yang gagal, tapi karena banyak hal yang tidak aku lakukan sehingga aku tidak tahu sensasinya. Hal-hal itu tidak kulakukan bukan karena takut, sesederhana karena aku yang sekarang punya arah hidup yang jauh berbeda. Arah yang aku yakini kebenarannya dan kusyukuri karena aku merasa punya kaki yang mantap berjalan ke sana. 

Distorsi ini yang membuatku melambaikan tangan kepada banyak mimpi-mimpi masa mudaku. Chapter-chapter hidup membuat aku lebih berhati-hati dalam memutuskan. Prinsip membuat aku lebih memahami mana yang penting dan tidak penting. Dan Allah yang membuat setiap detik dalam hidupku terasa benar meski memang jauh dari sempurna versiku.

Sehingga, ya, meski aku tahu apa yang sedang kujalani, aku tetap merasa asing dengan diriku sendiri.

Selama aku menghitung mundur, aku merenungkan banyak hal.

Memangnya kenapa kalau usiaku menginjak 30 tahun dan aku tidak seperti yang aku harapkan? 

Aku mungkin memang jauh dari yang aku harapkan, tapi atas izin Allah, aku menjadi pribadi yang lebih dari apa yang bisa aku bayangkan terhadap diriku sendiri. Bukankah atas semua itu aku sepatutnya bersyukur dan bukannya merasa takut?

Hari ini hampir sebulan aku menjadi 30 tahun dan ternyata hidup tetap berjalan baik-baik saja. Aku tetap berjalan di jalan yang kupilih dan semua terasa benar. Mungkin memang sebenarnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan sejak awal. Mungkin memang semua itu hanya harus terus dijalani, diresapi, dimaknai dan disyukuri tanpa harus terlalu banyak dijadikan beban pikiran.  

Karena sesungguhnya Allah sudah menakdirkan yang terbaik untuk hamba-Nya dan sebagai makhluk yang mengaku hamba-Nya, aku hanya harus terus memercayai-Nya. Allah sudah memberiku kesempatan hidup selama 30 tahun di dunia dan selama 30 tahun ini pun aku tidak pernah ditelantarkan-Nya. 

Masa iya sekarang aku harus insecure dan meragukan-Nya hanya karena merasa tua?



Comments