[Life] Cerita Tentang Corona untuk Anak dan Cucuku

2 April 2020. Hari ini ada sejumlah 1.790 orang yang positif terinfeksi virus Corona. 112 di antaranya sembuh dan 170 orang lainnya meninggal.

Nggak kok, aku nggak akan menulis fakta ilmiah tentang virus Corona yang sedang mengobrak-abrik seluruh dunia, termasuk Indonesia. Aku juga nggak akan mengomentari sedikit pun tentang situasi sosial, ekonomi, bahkan politik yang terdampak. Aku juga menolak untuk membahas kebijakan pemerintah dalam menangani pandemic dunia ini. 

Yang akan aku tuliskan adalah kenyataan bahwa pernah ada satu titik di dalam hidupku di mana manusia di seluruh dunia terombang-ambing sedemikan rupa karena sesuatu hal yang kasat mata.

Bahwa dunia sedang benar-benar krisis dalam segala aspek kehidupan.

Aku yakin peristiwa ini akan dicatat sebagai sejarah dan muncul dalam pelajaran sejarah saat anak cucuku sekolah besok. Aku juga yakin suatu hari nanti aku akan menceritakan hal ini kepada anak dan cucuku, sebagaimana yang aku lakukan saat aku membombardir eyangku dengan pertanyaan, “Gimana sih rasanya waktu hidup di jaman penjajahan dulu?”

Hidup saat gendut-gendutnya dan senang-senangnya bisa liburan tanpa resah kena Corona

Waktu bercerita padaku, eyangku bisa menceritakan pengalamannya dengan bangga. Bagaimana beliau membantu kakak-kakaknya meraut bambu, menyiapkan makanan, memanjat pohon untuk sembunyi dan lain sebagainya. Jujur, kisah nenekku terdengar mengasyikkan dan heroik.

Kalau aku, mungkin begini ya yang akan aku ceritakan sewaktu anak cucuku tanya bagaimana kehidupan sewaktu pandemik Corona menyerang:

1. Kerja dari rumah
Iya sih, pada awalnya kalimat itu terdengar exciting banget. Terbayang bisa bangun siang, kerja pakai daster, di atas kasur, sambil nonton TV, sambil nonton YouTube, sambil makan ini dan itu… 

Ya… memang iya sih. Tapi ternyata nggak seindah itu juga karena ada sistem absensi (nggak bisa bangun siang) dan nggak bisa santai lepas dari gadget karena itulah satu-satunya media komunikasi dengan kolega. Bonus, kadang jam kerjanya jadi lebih banyak.

2. Di rumah aja
Benar-benar di rumah aja karena melangkahkan kaki keluar rasanya kaya mau perang. Seolah ada tentara nggak kasat mata yang siap menyerang kita. Kapan pun. Di mana pun. Andaikan terpaksa keluar rumah, pasti menggunakan amunisi serba lengkap. Masker, hand sanitizer, tissue, kresek (buat bungkus tangan saat belanja), dan baju serba rapat. Terkadang plus kaca mata.

3. Khawatir dengan kondisi kesehatan
Nggak pernah skip minum vitamin, buah, sayur dan air putih. Cuci tangan sampai tangan jadi kering. Batuk dan pilek sedikit aja rasanya seperti terjangkit virus mematikan. 

4. Khawatir dan kangen keluarga dan teman yang tinggal di daerah rawan
Setia pada berita buruk tentang corona, aku selalu ingat ibu dan adikku yang saat ini ada di daerah rawan. Aku juga terpikir eyangku yang sudah tua, yang katanya adalah usia rawan tertular. Kalau nggak ingat ada Allah yang bisa menjaga mereka lebih hebat dari pada usaha apapun, mungkin aku sudah mati senewen.

5. Nonton drama, film dan baca buku sampai bosan
Seumur hidup baru kali ini aku bosan melakukan kegiatan-kegiatan yang biasanya aku gunakan untuk menangkal kebosanan. Sebosan itu. Ya sisi baiknya, timbunan bukuku semakin menipis lah. 

6. Bosan akut
Seakut itu! Pada dasarnya kan aku memang extrovert. Aku suka bergaul dan nggak bisa kesepian. Jadi kebayang nggak sih karantina di rumah, dua minggu lebih nggak ketemu orang lain selain keluarga dan kucing? Asli. Sebosan itu!

7. Puasa baca berita dan media sosial
Terlalu banyak membaca berita dan opini negative orang terhadap virus Corona, tindakan pemerintah, fakta lapangan, tentang tenaga medis dan kondisi masyarakat membuat kepala dan hatiku panas. Aku jadi merasa nggak tenang dan terus khawatir, bahkan marah.

Dari pada imunku turun karena emosi negative yang berlebih, maka aku memutuskan untuk puasa. Aku hanya baca update penting saja setiap mau tidur. Nggak lebih dari itu.

8. Masak ini dan itu
Sisi positifnya, aku jadi masak setiap hari. Dari yang nggak kenal dapur, sekarang bolak balik dapur. Semua ini kulakukan karena aku parnoan. Kemarin sih sudah sempat memuji-muji rasanya kenalan sama dapur dan masak sebagai terapi. Ternyata ketika masak jadi kewajiban dan harus setiap hari, kegiatan memasak jadi nggak semenyenangkan itu.

Tapi tenang, aku masih bisa mengakalinya dengan selalu mencoba eksperimen. Selalu masak apa yang aku ingin makan. Dan alhamdulillahnya, sampai saat ini cara itu masih berhasil.

9. Skincare-an
Sebetulnya aku sedang patah hati karena sebelum wabah ini menyerang, aku baru saja membeli paket perawatan di salon untuk akhir bulan Maret  dan April ini. Karena kondisinya seperti ini, kayanya paket perawatan itu hangus deh. Aku nggak mau ngecek juga, takut lebih patah hati. 

Sebagai gantinya, aku membeli berbagai macam skincare untuk perawatan sendiri di rumah. Dan ternyata tetap menyenangkan kok! Setiap habis perawatan, pasti moodku langsung baik.

10. Mendekat, mengenal sesuatu yang sebenarnya “dekat” tetapi selama ini terasa jauh.
Aku sebenarnya sangat bersemangat menceritakan poin ini. Sayang, aku nggak bisa membeberkan ceritanya dengan lebih spesifik. Intinya, aku sedang sangat senang karena tembok China yang selama ini berdiri kokoh menghalangi kata dan rasa yang sebenarnya tanpa jarak, akhirnya runtuh. Kini aku bisa lebih dari bicara, bahkan bersenang-senang dengan hal yang aku kira nggak bisa aku perbaiki lagi. 

(nb: tapi khusus untuk anak cucuku besok, aku pasti akan ceritakan lengkap kisah ini hehehe)

Dari 2 Maret 2020, hari pertama ditemukan kasus Corona di Indonesia (yang berbarengan dengan ulang tahunku 😭), sampai hari ini 2 April 2020, mungkin baru ini yang bisa aku ceritakan. Semoga virus ini segera musnah dan kondisi bumi segera membaik sehingga aku nggak perlu menambahkan cerita untuk anak dan cucuku.

Cerita ini sudah cukup. Aku nggak ingin menulis lebih lanjut tentang virus ini.

Walau nggak terdengar heroik seperti kisah eyangku yang melawan penjajah, tapi aku tetap merasa heroik karena bertahan dan patuh pada himbauan pemerintah untuk nggak memperburuk suasana.

Untuk yang membaca, stay safe ya 😊



Comments