[Book Review] Habibie Ya Nour El Ain



Title  :               Habibie Ya Nour El Ain
Author :             Maya Lestari GF
Publisher :         Dar! Mizan
Year :                2016
Genre :              Romance, Islamic
ISBN :                 978-602-420-298-9
Rating :             4/5

Review     :

Lagi-lagi saya menemukan buku bagus disaat saya sedang window shopping ke toko buku.

Jujur saja, saya jarang sekali bisa hook sama buku yang bernafaskan islam. Satu-satunya buku yang saya tamatkan hanyalah novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy karena waktu itu saya jatuh cinta pada versi film-nya. Tetapi karena ini karya mbak Maya Lestari GF, seorang penulis
yang membuat saya jatuh cinta karena novelnya Love, Interupted, maka tanpa pikir panjang saya boyong buku ini ke rumah.

Sekali lagi mbak Maya membuat saya terpikat dengan kekuatan deskripsi yang benar-benar kuat, khas mbak Maya. Dengan kata-kata yang disusun sedemikian rupa dengan gaya bahasa yang begitu manis, membuat novel ini tidak terasa berat sama sekali walaupun jelas ini novel yang begitu berbobot. Ibarat kata, novel ini bagaikan cake yang menyenangkan untuk dimakan tapi tetap mengenyangkan.

Mbak Maya berhasil membuat pembacanya (saya) mengintrospeksi diri dengan mendalami tokoh Barra Sadewa, seorang anak broken home yang tidak percaya Tuhan. Sebagai sesama anak broken home, saya sangat dapat bersimpati dengan tokoh Barra. Dalam hal penokohan, menurut saya, kali ini mbak Maya mengeksekusinya lebih baik daripada pada novel Love, Interupted.

“…. Hidup adalah refleksi diri kita. Apa yang kamu keluarkan untuk dunia, itulah yang akan dipantulkan balik kepadamu. Kamulah yang memilih, akan memberi kebaikan atau keburukan.” Hal. 16
“…. Aku mencoba mencari jawab, bagaimana sesungguhya posisi manusia dalam sarang laba-laba nasib. Bagaimana sat ugaris nasib bisa memotong garis nasib lainnnya, atau bagaimana garis nasib itu melingkung, mematikan, mengangkat, bahkan bergabung hingga membentuk sebuah garis nasib baru.” Hal. 25

Muatan agama dalam novel ini benar-benar digarap dengan apik. Tokoh Buya yang bijaksana dan penyayang saya anggap sangat pas sekali dipakai oleh Mbak Maya sebagai jembatan untuk berdakwah melalui novel.

“…. Tapi kemudian aku bertanya sendiri. Sebernarnya yang tidak ada itu Tuhan ataukah aku? Karena aku bisa datang dan menghilang sementara kepercayaan orang tentang Tuhan terus abadi sepanjang zaman.” Hal. 44

 “ sebab Dialah tempat kita bergantung, tetapi kita tidak pantas menuntut. Tidak pantas merasa doa kita layak dikabulkan, hanya karena kita merasa sudah berbuat baik. Siapalah diri kita si tengah jagad raya ini? Karena itulah doa sesungguhnya sebuah kepasrahan. Tanda penyerahan. Tanda kita tidak berdaya. Tak mampu apa-apa. Tanda kita tidak mengerti masa depan. Tidak bisa pula mengubah masa lalu. Kepasrahan akan membuat kita melepaskan beban-beban hidup kita. Akan membuat kita terbebas dari tekanan hidup kita.” Hal 115

“Kamu tahu mengapa orang-orang menyukai kehidupan dan membenci kematian, Nilam? Sebab hidup menawarkan kedustaan manis sementara kematian menawarkan kebenaran yang pahit.” Hal. 169

Selain itu adegan antara Nilam dan Barra, jatuh cinta pertama yang dibalut dengan budaya islam, sungguh manis dan membuat pembaca penasaran. Apakah iya atau tidak mereka akan bersama. Mbak Maya juga mengeksplorasi cinta pertama dengan sangat manis dan membuat pembaca senyum senyum sendiri.

“…. Kita mungkin bisa memilih dengan siapa kita akan menikah, tapi kita tidak bisa memilih dengan siapa jatuh cinta. Keduanya ada di wilayah berbeda. Cinta itu tidak rasional, sementara pernikahan serasional perhitungan.” Hal. 183.

Secara keseluruhan, novel ini begitu bagus dan sangat sayang untuk dilewatkan.

Addiction Factors         :
  1. Ceritanya membuat penasaran. Kisah antara seorang putri pemilik pesantren dan seorang yang istilahnya ‘dengan latar belakang yang buruk’ membuat saya terhantui dengan pertanyaan “apakah akhirnya mereka akan bersatu?”
  2. Sarat akan pesan moral, penuh makna dan nilai nilai islam tanpa sedikitpun terasa menggurui.



 photo ttd_1.png

Comments